Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran
AI Jahidh Abu Utsman bin Bahr bin Mahbud Al-Kannani alMu'tazili,
termasuk salah seorang ulama balaghah terkemuka, memandang bahwa rahasia
i’jaz Al-Quran adalah pada susunan katanya. Beliau mengatakan: "Di dalam
AI-Quran ada bukti yang menunjukkan kepada kita bahwa ia merupakan kitab yang
benar, yaitu susunannya yang indah yang tidak mungkin manusia dapat membuat yang
serupa dengannya. Selain itu juga terdapat buktibukti yang dibawa oleh pembawa
Al-Quran."
Selanjutnya Al-Jahidh menunjukkan berbagai definisi mengenai balaghah
yang diteruskan dengan memilih definisi terbaik baginya. Beliau mengatakan:
"Al-Farisi ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab:
'Mampu membedakan al-fashl dari al-mashl.' Al-Yunani ditanya:
'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Membenarkan aqsam
dan memilih kalam (pembicaraan).' Kepada Al-Rumi ditanyakan: 'Apakah yang
dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Baik dalam melakukan
improvisasi (iqtidhab) secara spontan dan dalam melakukan pelimpahan
(ghazarah) ketika diperlukan ekstensi.' Al-Hindi ditanya: 'Apakah yang
dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Petunjuk yang jelas,
mengefektifkan waktu, dan memberi isyarat dengan baik.' Seorang Arab badui
ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Ia menjawab: 'Melakukan
penyederhanaan (i’jaz) dengan tidak melemahkan, dan melebihlebihkan
dengan tidak sia-sia.' Ibnu Al-Muqaffa' juga ditanya: 'Apa yang dimaksud dengan
balaghah?' Dia menjawab: 'Balaghah ialah sebuah nama (isim) yang
serba mencakup (jami') berbagai makna yang berlaku untuk banyak hal. Di
antaranya terjadi ketika diam, ketika mendengar, ketika mengisyaratkan,
berargumentasi, menjawab, memulai pembicaraan, bersajak, berkhutbah dan ketika
menulis surat. Termasuk yang umum dalam persoalan-persoalan ini ialah pewahyuan
padanya dan pengisyaratan kepada makna, dan i’jaz (penyederhanaan) juga
merupakan balaghah.'
"Amru bin Abid ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?'
Dia menjawab: 'Yang mengantarkan engkau ke sorga dan yang menyingkirkan
engkau dari neraka . . .' Orang yang bertanya berkata lagi: 'Bukan itu yang aku
inginkan.' Ketika Amru dan orang yang bertanya itu masih berdialog, akhirnya
Amru berkata: 'Nampaknya engkau menghendaki kata-kata pilihan yang mudah untuk
dipahami.' 'Benar', jawab yang bertanya. Kemudian Amru mulai menjelaskan
definisinya dengan mengatakan: 'Sekiranya engkau menyatakan hujjah Allah
kepada orang-orang mukallaf, meringankan beban mereka yang mendengar dan menghiasi
makna-makna tersebut pada hati orang-orang yang menghendaki dengan kata-kata
yang enak didengar, dapat diterima oleh pikiran untuk segera dilaksanakan, dan
dengan kata-kata yang bisa menghilangkan keruwetan hati ketika menasihatkan yang
baik, berdasarkan Al-Quran dan sunnah, maka pada dasarnya engkau telah
menyampaikan fashl al-khithab (ungkapan yang jelas) dan layak mendapatkan
balasan yang tinggi'."
Selanjutnya al-jahidh mengungkapkan definisi terbaik menurut dia dengan
mengatakan: "Sebagian orang mendefinisikan - definisi yang saya pilih - bahwa
suatu pembicaraan tidak memiliki nilai balaghah sehingga maknanya (dapat
dipahami) secepat lafaznya dan lafaznya secepat maknanya. Lafaznya tidak boleh
terdengar olehmu lebih cepat dari sampainya makna lafaz tersebut ke dalam
hatimu." Selanjutnya Amru mengatakan: "Sebaik-baik pembicaraan ialah yang dengan
mengucapkan sedikit ucapan maknanya tampak pada dhahir katanya, dan Allah
telah menganugerahkan ketinggian dan memolesnya dengan cahaya kebijakan sejalan
dengan niat dan ketakwaan yang mengatakannya. Yaitu, ketika maknanya mulia dan
katanya baligh (memiliki nilai balaghah), dicetak dengan benar,
tidak mengundang kebencian, tidak memiliki kekurangan, terjaga dari dibuat-buat,
dan menyerap ke dalam hati seperti menyerapnya air hujan ke dalam tanah yang
gembur."
Al-jahidh memandang bahwa rahasia i’jaz AI-Quran adalah pada
susunan bahasanya yang indah dan pada komposisinya yang menakjubkan. Mengenai
hal itu dia mengatakan: "Al-Quran adalah
kalam yang berbeda dengan
seluruh kalam yang lain, baik puisi maupun prosa. Al-Quran merupakan kalam yang
tidak bersajak yang berbeda dengan syair dan sajak dan susunan kata Al-Quran
merupakan bukti yang paling agung. Begitu juga komposisinya merupakan hujjah
terbesar."
Mengenai sebuah kata yang baik untuk disusun dengan baik dalam sebuah
kalimat, menurut al-jahidh disyaratkan harus bebas dari tanafur al-huruf
(ketidakserasian huruf) sehingga terkesan satu huruf .....
Dengan demikian maka huruf "jim" tidak boleh bersamaan dengan huruf "dha",
"qaf", "tha" dan "'ain", baik sebelum maupun sesudahnya. Begitu juga huruf "zai"
tidak boleh bersamaan dengan huruf "dha", "sin", "dladl" dan "dzal" sesebelum
atau sesudahnya. Ini merupakan hal yang harus dibahas secara luas. Dengan
menyebutkan sedikit contoh tersebut diharapkan sudah cukup untuk menunjukkan
arah yang sedang kita bahas."
Di bawah ini al jahidh memberi contoh mengenai kata-kata yang mengalami
tanafur al-huruf:
wa qabru harbin
bi makanin faqrin
wa laisa qurba
qabri harbin qabrun
"Kuburan musuh itu
berada di tempat yang sunyi dan gersang,
dan di dekat
kuburan tersebut tidak ada kuburan lain."
Sya'ir yang
lain:
lam yadhurraha
wa al-hamdu lillahi syai'un wa intsanat nahwa 'azfi nafsin
dzahuli
"Tak ada sesuatu
pun yang akan membahayakan, Alhamdulillah.
Ia berceloteh
dengan nyanyian jiwa yang tak sadar."
Inikan artikel Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran bermanfaat bagi Anda.
Post a Comment